top of page

Banyak Kendaraan di Kota, Justru dipertanyakan Kemakmuran Kotanya

  • ridhosats
  • Oct 13, 2018
  • 3 min read

(sumber ilustrasi gambar: google)

Kenapa negara ini menjadi semakin banyak motor dan pertumbuhan mobil terutama di wilayah Kota. Harus saya akui saya sendiri memang memiliki motor, tapi sungguh karena keterpaksaan sebab negara ini menghegemoni perilaku masyarakat oleh motor. Saya sangat tidak setuju jika di wilayah Kota ada argumen bahwa motor membuat praktis gampang kemana-mana, fleksibel. Iya praktis, praktis membuat kecelakaan, praktis kesenjangan sosial (akibatnya banyak maling motor), praktis polusi, praktis membuat kerugian negara pada konsumsi bahan bakar dan meminta bahan bakar disubsidi terus menerus, praktis membuat kesemrawutan, praktis membuat anak sekolah lebih gedein gengsi punya motor yang dibawanya ke sekolah daripada belajarnya, praktis membuat orang malas, praktis membuat agenda pertemuan tidak tepat waktu karena suka menyepelekan “ah sudah, ada motor jadi itu semua sangat praktis. Gampanglah 2 menit sampai”, dan praktis membuat Kota menjadi Motoris. 1 Rumah, 4 anggota keluarga, 4 motor. Rumah berikutnya 5 anggota keluarga, 5 motor. Selamat kita akan menjadi Motorize Nation, Motorize City, Motorize Family, The King of Motorize Nation. Masih berlanjut, terdapat artikel yang saya peroleh mengenai pertumbuhan kendaraan oleh UGM, Yogyakarta. Berdasarkan kajian Masyarakat Transportasi Indonesia (2005), terdapat kecenderungan penurunan penggunaan angkutan umum sebesar 1% per tahun di kota-kota besar di Indonesia. Bahkan di Jakarta terdapat penurunan lebih besar dibanding rata-rata, yaitu 3% per tahun (Sitramp, 2004; JUTPI, 2010 dalam BSTP – GIZ Sutip, 2011). Hal ini merupakan kecenderungan yang mengkhawatirkan, karena terdapat keterbatasan kapasitas dukung sebuah kota untuk terus menampung kebutuhan pergerakan yang semakin meningkat. Dapat diartikan bahwa kecenderungan pertumbuhan kendaraan semakin meningkat dan pengurangan kualitas penggunaan angkutan umum semakin tahun di kota-kota di Indonesia semakin menurun. Hal ini semakin membuat buruknya kualitas mobilitas masyarakat kota. Masyarakat membutuhkan mobilitas yang tinggi tetapi pemerintah tidak bisa memfasilitasi semua itu. Menurut artikel dari ITDP Indonesia (Institute for Transportation and Development Policy), PBB memperkirakan pada tahun 2050, sekitar 68% dari penduduk dunia akan tinggal di kawasan urban. Tentunya hal ini akan berpengaruh terhadap arah pembangunan kota-kota di dunia. Untuk menanggulangi urbanisasi besar-besaran ini, pemerintah kota tidak bisa lagi membiarkan pembangunan kota menyebar (urban sprawl). Pembangunan kota yang menyebar akan berdampak negatif terhadap perekonomian, lingkungan serta mobilitas kota. Salah satu cara yang bisa dilakukan pemerintah kota ialah dengan memprioritaskan masyarakat dibandingkan dengan kendaraan bermotor. Hal ini bisa dicapai dengan membangun jaringan lingkungan kota padat yang saling berhubungan dengan sistem angkutan massal yang efisien dan terjangkau. Jaringan pejalan kaki dan sepeda berkualitas juga perlu dibangun untuk mendukung penggunaan angkutan umum. Jelas bahwa dikatakan angka urbanisasi sangatlah tinggi dan itu bukanlah sebuah kesalahan. Karena logikanya adalah tentu seseorang akan meninggalkan daerahnya jika kebutuhan ekonomi di tempat yang ia tempati tidak lagi dapat mengakomodir kebutuhannya. Perlu diperhatikan bahwa sering kali terjadi adanya bias definisi dari makna kota dan kemakmuran kota. Kota sering dikaitkan dengan segala sesuatu yang mewah, orang-orang kaya, gedung-gedung pencakar langit tinggi, dan sebagainya. Kemudian kemakmuran kota diidentikkan dengan memiliki kendaraan pribadi yang menjadi tingkat kesuksesan. Padahal definisi kendaraan secara fungsional adalah sebagai moda untuk berpindah bukan sesuatu untuk menunjukkan gengsi. Akibatnya gengsi ini memunculkan permasalahan sosial tersendiri yaitu kesenjangan sosial dan kepadatan yang membuat semakin stress. Biasanya ketika pertumbuhan kendaraan sudah sangat masif maka kota akan kehilangan aspek humanis yaitu berjalan kaki menjadi sesuatu hal yang aneh. Banyak kendaraan bukan berarti makmur masyarakatnya, justru banyak kendaraan di kota dipertanyakan kemakmurannya. Berdasarkan permasalahan diatas sebenarnya seperti bom waktu yang tinggal menunggu hitungan mundur kapan bom bisa meledak dan menghancurkan area sekitarnya. Dalam konteks pertumbuhan kendaraan artinya kita tinggal menunggu sampai kapan negara ini akan benar-benar di hegemoni kendaraan bermotor, lebih tepatnya bukan hanya negara ini tetapi perilaku masyrakat yang juga ikut terhegemoni. Sangat disayangkan agaknya jika kita, pemerintah, masyarakat, semuanya hanya terdiam untuk menanggulangi masalah tersebut. Bagaimana nasib anak cucu kita dimasa depan jika seperti ini terus. Mungkinkah ini akan menjadi masalah abadi di Indonesia melihat pergerakan untuk menangani hal tersebut sangat lamban dan minim gerakan. A developed country isn’t a place where the poor have cars. It’s where the rich use public transportation. Gustavo Petro


 
 
 

Commentaires


Welcome to my Blog!
Ini adalah blog saya dari website ini berisi tentang saya, artikel, project, dan karya saya. Selamat berselancar!
Category
Recent Posts
Archive
Follow Us
  • Facebook Social Icon
  • Twitter Social Icon
  • YouTube Social  Icon
  • SoundCloud Social Icon
  • Instagram Social Icon
bottom of page