Purwokerto Saat Ini dan Masa Yang Akan Datang
- ridhosats
- Sep 28, 2018
- 5 min read


Purwokerto memang bukan sebuah kotamadya yang berdiri sendiri seperti
kota Jakarta, Semarang, Depok, Yogyakarta, Surabaya, dllnya. Purwokerto
merupakan ibu kota dari Kabupaten Banyumas yang terdiri dari 4
kecamatan yakni Purwokerto Utara, Selatan, Timur dan Barat. Banyak
pensiunan pejabat pemerintahan atau tentara yang tinggal di kota ini.
Sehingga membuat kota ini pantas disebut sebagai Kota Satria. Keadaan
lalu lintas di kota ini cukup lengang tidak begitu banyak polusi dan
kendaraan yang berlalu-lalang di jalan raya. Maka untuk tinggal, belajar,
bekerja, dan menetap di kota ini merupakan sebuah pilihan yang tepat. Akan
tetapi kelihatannya lengangnya lalu lintas kota Purwokerto kini tinggalah
kenangan. Perasaan itu nampaknya pantas jika dirasakan sekitar 4 tahun
silam pada tahun 2014, tepat pertama kali penulis menginjakkan kaki di
kota ini sebagai mahasiswa baru. Lalu lintas kota masih sangat lengang
apalagi jika malam sekitar jam 8 pun di daerah kampus dapat dikatakan
sudah cukup sepi.
Tulisan ini berawal dari keresahan diri saya setelah 4 tahun tinggal di
Purwokerto Kota Satria. Apakah anda pernah menyadari bahwa kondisi
perkotaan Purwokerto sudah mulai padat sejak 6 bulan sampai beberapa
tahun terakhir. Sampai saat ini belum ada pihak yang mengangkat isu
mengenai permasalahan transportasi umum dan kebijakan perkotaan yang
dapat membaca bagaimanakah Purwokerto dari 5 tahun, 10, 15 sampai 20
tahun ke depan. Jangan sampai Purwokerto menjadi kota yang tidak
memiliki persiapan seperti kota-kota lainnya yang saat ini tengah memiliki
berbagai macam masalahnya.
Terdapat contoh kota yang memiliki pertumbuhan kendaraan sangat pesat
yakni seperti yang dialami kota Depok dijelaskan oleh Yurgen Alifia yang
ditulis dalam website Tirto.Id bahwa Walikota Depok mengatakan tingginya
pertumbuhan angka populasi penduduk dan kendaraan bermotor menjadi
akar penyebab kemacetan. Penduduk kota Depok bertambah sekitar 4,7%
per tahun atau sekitar tiga kali lipat laju pertumbuhan penduduk ekonomi
nasional.
Pertumbuhan kendaraan yang sangat masif berdampak negatif bagi wilayah
perkotaan dan dapat menimbulkan kemacetan, kepadatan, polusi udara yang
dapat mengancam kesehatan, dan kondisi psikologis. Pertumbuhan
kendaraan memang dapat diatasi dengan cara melebarkan jalan tetapi
melebarkan jalan bukanlah sebagai solusi jangka panjang. Untuk itu
diperlukan pembangunan transportasi umum berkualitas yang berkelanjutan.
Kembali ke pembahasan mengenai isu pembangunan perkotaan di
Purwokerto. Sebagai ibu kota Kabupaten Banyumas, kota ini memiliki
pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan dan dapat dilihat secara kasat
mata. Bahwa telah banyak bermunculan usaha di sektor ekonomi kreatif dan
jasa seperti kuliner, film dan fotografi, musik, fashion dan masih banyak
lagi. Lalu usaha lainnya yang berhubungan dengan kehidupan kampus
seperti loundry dan fotokopi. Tentunya hal ini akan menarik penduduk
sekitar perkotaan atau luar kota yang akan mengunjungi tempat-tempat
tersebut sehingga akan menarik lebih banyak pengunjung dari kota-kota
sekitarnya. Untuk mengunjungi tempat tersebut sangat diperlukan moda
atau kendaraan untuk melakukan mobilisasi.
Pendatang baru di kota ini pun terus bermunculan dari berbagai kalangan.
Semisal dari kalangan pelajar sekolah, mahasiswa, pekerja pegawai negeri
ataupun swasta. Dengan pertumbuhan populasi penduduk yang meningkat
setiap tahunnya, masing-masing dari mereka akan bermobilisasi untuk
bekerja, sekolah, dan melakukan aktivitas lain. Karena kota tidak
menyediakan layanan transportasi yang memadai akhirnya kendaraan Motor
atau Mobil pribadi menjadi pilihan dan membuat semakin tahun
pertumbuhan kendaraan semakin tinggi. Akhirnya jalanan dan tempat parkir
dipenuhi lautan kendaraan. Maka setiap satu orang dari mereka
membutuhkan satu kendaraan untuk melakukan mobilisasi dari titik A ke B,
C, dan seterusnya.
Menurut data Unit Pengelolaan Pajak Daerah UPPD Banyumas tahun 2013
kepemilikan kendaraan paling banyak adalah kecamatan Purwokerto Selatan
untuk mobil 25.830 unit dan motor 195.828 unit. Untuk jumlah seluruhnya
kepemilikan kendaraan bermotor se-Kabupaten Banyumas mobil sebanyak
62.431 unit dan motor 510.538 unit. Jumlah penduduk Kabupaten
Banyumas sendiri sebanyak 1.605.579 jiwa. Itu artinya hampir separuh dari
jumlah penduduk Kabupaten Banyumas memiliki kendaraan bermotor
dengan panjang jalan yang jumlahnya relatif tetap menurut data Badan
Pusat Statistik BPS Banyumas dari tahun 2013 ke tahun 2014 yakni 804.87
Km. Jumlah kendaraan tentunya terus bertambah jika data diperbarui pada
tahun 2018.
Berdasarkan pengamatan yang penulis lihat yaitu kawasan sepanjang
jalanan di daerah kampus belakang padahal kendaraan sudah mulai
menunjukan kepadatan tetapi fasilitas kota yaitu trotoar masih belum
memadai. Seperti di Jl. Dr. Soeparno tak ada trotoar yang terlihat untuk para
pejalan kaki. Kawasan ini membentang dari Kampus FIB sampai RSGMP
Unsoed adalah jalan tanah yang kondisinya sangat tidak layak, terlebih jika
malam tiba kurangnya lampu penerangan. Padahal jika ada hal itu sangat
bermanfaat bagi mahasiswa yang berjalan kaki dan memang tidak memiliki
kendaraan untuk bermobilisasi.
Begitupun di kawasan Jl. Kampus dari Queen Campus sampai Kampus
FISIP yang juga tidak ada sedikitpun trotoar membuat aktivitas pejalan kaki
memenuhi kawasan jalan dan membahayakan para pejalan kaki maupun
para pengendara kendaraan bermotor. Lalu kawasan di Jl. Gunung Muria
yang sangat sempit sehingga jika mobil saling berpapasan dari arah
berlawanan maka macet akan terjadi dan jika bulan puasa yang kondisinya
semua orang keluar untuk mencari makanan berbuka dengan masing-masing
kendaraannya membuat kemacetan tidak terelakkan lagi. Itu baru daerah
kampus yang belum termasuk daerah kota di sudut lain yang perlu dibenahi.
Adapun hal yang penulis lihat saat jam sibuk (Rush Hour) yakni jam
berangkat dan pulang kerja jalanan dibanjiri dengan lautan motor dan mobil.
Seperti Jl. Dr. Soeharso (GOR) ke arah Jl. Dr. Angka, Jl. Overste Isdiman,
Jl. Jenderal Suprapto, Jl. Gatot Soebroto dan jalan protokol Jl. Jend
Sudirman yang kini sudah menunjukan adanya kepadatan. Kondisi lalu
lintas jalan lainnya seperti jalan di daerah dekat Simpang 4 Klenteng
Sokaraja dan jalan alternatif Purwokerto via Padamara yang kini juga sudah
mulai padat. Kini Purwokerto sudah berubah, pertumbuhannya sudah sangat
pesat ketimbang saat penulis pertama kali datang ke Purwokerto 4 tahun
yang lalu. Adapun masalah transportasi umum konvensional seperti angkot
dan taksi konvensional akan bagaimanakah nasibnya. Sedangkan
perkembangan teknologi komunikasi seperti transportasi daring pun sudah
tidak dipungkiri lagi karena zaman yang semakin maju dan sudah menjadi
sebuah keniscayaan.
Purwokerto perlu transportasi umum yang berkualitas dan kebijakan
penataan ulang kota yang harus dilakukan secara komprehensif dan
berkelanjutan. Untuk itu perlu adanya forum diskusi dengan melibatkan
unsur masyarakat, akademisi, mahasiswa, komunitas, dan elemen lainnya
agar saling bersinergi. Mengenai transportasi umum, di kota ini sudah mulai
ada perbaikan seperti hadirnya BRT Trans Jawa Tengah yang pada tanggal
14 Agustus 2018 lalu beroperasi memang salah satu jawaban dari
permasalahan isu mengenai perkotaan akan tetapi layanan itu cukup menjadi
pahlawan kesiangan karena hadir disaat kota ini sudah mulai padat.
Transportasi umum perkotaan sangatlah diperlukan karena manfaatnya yang
besar. Menurut ITDP sistem transit perkotaan ialah menjadi akses terhadap
kesempatan ekonomi bagi para penggunanya. Sistem transit bisa menjadi
sebuah pelayanan publik oleh pemerintah yang ditujukan bagi para pekerja
dan komuter untuk mencapai tempat mereka bekerja. Sistem transit bisa
menjadi alat bagi pemerintah untuk memeratakan akses ekonomi terhadap
masyarakat daripada membeli, memelihara, mengisi, dan mengasuransikan
kendaraan bermotor yang membutuhkan banyak uang. Tetapi tarif tiket
sistem transit berkualitas tinggi dapat mudah diakses bagi semua kalangan,
termasuk bagi masyarakat yang tidak mampu memiliki kendaraan pribadi.
Purwokerto membutuhkan kajian yang mendalam mengenai masalah
transportasi, kebijakan, dan kawasan penataan perkotaan dari pihak-pihak
selain pemerintah seperti gerakan masyarakat ataupun LSM. Kota-kota lain
sudah memulai pergerakannya seperti Koalisi Pejalan Kaki (Jakarta),
Transport For Jakarta - FDTJ (Jakarta), Ecotransport.id (Bandung),
Nekropolis (Yogyakarta) dan LSM luar negeri yang masuk ke Indonesia
seperti ITDP Indonesia (Institute for Transportation and Development
Policy) serta masih banyak kota-kota lainnya yang sudah memulai
pergerakannya. Terakhir untuk menutup tulisan ini ada Quotes menarik dari
Erol Ozan yang berbunyi “You can't understand a city without using it's
public transportation system.” artinya bahwa tidak dapat kita mengerti
sebuah kota tanpa menggunakan sistem transportasi publik.
Comments